Ngomong-ngomong tentang cuci-mencuci, siapa yang yang tak kenal deterjen dengan segudang merk yang beredar di negeri kita ini. " Cukup setakar bisa buat nyuci pakaian kotor seember..".. " Mencuci tangan tetap lembut...". " kekuatan sepuluh tangan.." dan sebagainya... Begitulah berbagai bunyi hasutan dari berbagai iklan deterjen di televisi. Namun dari sekian banyak produk deterjen yang beredar di pasaran, apakah ada yang benar-benar ramah lingkungan ?
Setelah mencuci baju, kulit tangan Anda terasa kering, panas, melepuh, retak-retak, gampang mengelupas hingga gatal? Bila itu yang Anda rasakan, maka deterjen Anda adalah bukan deterjen yang baik bagi kesehatan. Hati-hati, pemakaian terus-menerus menimbulkan gangguan pada fungsi-fungsi organ, seperti pada sistem pencernaan dan fungsi hati. Air yang terkontaminasi deterjen, dapat mengganggu fungsi-fungsi organ. Dalam waktu panjang, dapat merusak sistem pencernaan, dan fungsi hati. Hal itu disebabkan oleh susunan rantai kimia surfaktan, yang ada di dalam deterjen itu.
Ternyata selain tidak bersahabat dengan tubuh manusia, deterjen juga tidak ramah terhadap lingkungan. Di dalamnya terdapat zat-zat yang tidak bisa atau sulit terurai secara alami oleh tanah. Zat-zat kimia tersebut kemudian terakumulasi selama bertahun-tahun dan merembes ke dalam sumber air tanah. Zat pembersih seperti chlorine— yaitu zat kimia yang banyak dipakai sebagai pemutih dalam deterjen—membutuhkan waktu selama 150 tahun untuk terurai sempurna. Demikian juga ABS (alkyl benzene sulphonate), zat kimia yang digunakan sebagai penghasil busa pada berbagai deterjen. Saking kuatnya ikatan rantai molekul-molekul penyusunnya, ABS baru bisa terurai sempurna dalam waktu kurang lebih 500 tahun!!
Pada masa mudanya kakek nenek kita dahulu, mereka tidak mengenal yang namanya deterjen. Boro-boro mengenal, mungkin pabriknya saja belum ada. Untuk keperluan mencuci baju, mereka memanfaatkan busa yang diperoleh dari tumbuhan yang bernama "Lerak". Lerak (terutama Sapindus rarak De Candole, dapat pula S. mukorossi) atau dikenal juga sebagai rerek atau lamuran adalah tumbuhan yang dikenal karena kegunaan bijinya yang dipakai sebagai deterjen tradisional.
Tumbuhan lerak berbentuk pohon dan rata-rata memiliki tinggi 10m walaupun bisa mencapai 42 meter dengan diameter 1m, karenanya pohon lerak besar dengan kualitas kayunya setara dengan kayu jati. Sehingga banyak ditebang karena memiliki nilai ekonomis. Bentuk daunnya bulat-telur berujung runcing, bertepi rata, bertangkai pendek dan berwarna hijau. Biji terbungkus kulit cukup keras bulat seperti kelereng, kalau sudah masak warnanya coklat kehitaman, permukaan buah licin dan mengkilat.
Biji lerak mengandung saponin, suatu alkaloid beracun, saponin inilah yang menghasilkan busa dan berfungsi sebagai bahan pencuci, dan dapat pula dimanfaatkan sebagai pembersih berbagai peralatan dapur, lantai, bahkan dapat dipakai untuk memandikan dan membersihkan binatang peliharaan. Kandungan racun biji lerak juga berpotensi sebagai insektisida. Cara mendapatkan busa buah lerak sangatlah gampang. Buah lerak cukup dimemarkan dengan cara dipukul. Lalu gosokkan buah lerak yang telah memar tadi pada kain atau baju yang akan dicuci. Dengan kain atau pakaian dibasahi terlebih dahulu. Kulit buah lerak dapat digunakan sebagai pembersih wajah untuk mengurangi jerawat dan kudis. Busa yang dihasilkan dari buah lerak tidaknya merusak lingkungan. Busa tersebut dengan sendirinya akan terurai.
Namun sekarang ini sangatlah sulit untuk menemukan pohon lerak. Biasanya para pengrajin batik tradisionallah yang masih menggunakan lerak untuk mencuci kain batik. Busa buah lerak tidak akan merusak warna kain batik, namun justru sebaliknya. Dengan di cuci dengan menggunakan busa buah lerak, warna kain batik akan bertahan lebih lama.
Sumber : Mbah Putri di kampung, LIPI dan Wikipedia Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar