Hanya demi uang, jutaan hektar hutan hujan tropis di Sumatera dan Kalimantan harus dibabat habis. Padahal hutan hujan tropis itu menjadi habitat bagi orangutan, yaitu jenis kera besar yang hanya terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Kera besar lainnya hanya terdapat di Afrika yaitu gorilla ( Pan gorilla ), simpanse ( Pan troglodytes ) dan banobo ( Pan panicus ).
Boleh dibilang, Sumatera bagian utara dan Kalimantan adalah “benteng terakhir” habitat bagi orangutan. Orangutan diperkirakan sudah ada sejak periode pleistosen sekitar 2 juta – 100 ribu tahun yang lalu, semula tersebar di sejumlah wilayah Asia Tenggara. Namun akibat perburuan dan pembabatan hutan, kini orangutan punah di kawasan Asia lainnya dan hanya tersisa di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Namun, di kedua pulau tersebut pun, populasi orangutan terus menyusut. Saat ini di Kalimantan tersisa kurang dari 54.500 ekor orangutan Kalimantan ( Pongo pygmaeus ) dan di Sumatera hanya tertinggal 7.400 ekor orangutan Sumatera ( Pongo abelli ). “Jika perburuan dan pembabatan hutan terus terjadi, maka dalam beberapa dekade ke depan orangutan akan musnah,” menurut Spesialis kebijakan Hutan Orangutan Conservation Service Program ( OCSP ).
Laju perusakan hutan sangat cepat, sedangkan tingkat reproduksi orangutan sangat lambat. Walau bias mencapai usia 50 tahun, namun reproduksi orangutan sangat lambat bila dibandingkan dengan hewan menyusui lainnya. Orangutan betina akan masuk usia subur pertama setelah berumur 12 tahun serta hanya melahirkan satu bayi setiap kali berreproduksi. Anak orangutan akan selalu bersama orang tuanya selama 6-7 tahun untuk mengenal lingkungan hutan dan belajar bertahan hidup. Induk orangutan bias melahirkan setiap delapan tahun dengan masa mengandung sekitar 5-8 bulan.
Bayi orangutan inilah yang menjadi sasaran utama para pemburu untuk diperdagangkan karena lucu dan menggemaskan. Namun untuk mendapatkan bayi orangutan, induknya harus dibunuh untuk menghindari penyerangan. Terdapat kurang lebih 500 ekor bayi orangutan yang diperdagangkan setiap tahunnya.
Maraknya perburuan dan pembabatan hutan serta populasinya yang terus menurun inilah yang mendorong International Union for Concervation of Nature and Natural Resources ( IUCN ) pada tahun 2004 memasukkan orangutan ke dalam kategori kritis. Sebenarnya bahkan sejak jaman colonial Belanda telah ada peraturan perlindungan binatang liar tahun 1931. Diperkuat dengan Undang-Undang No.5 tahun 1990 yang melarang individu untuk menangkap, memelihara, memindahkan dan memperdagangkan binatang yang dilindungi
Meski orangutan telah dilindungi, namun hutan yang menjadi habitatnya justru belum ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi. Habitat orangutan semakin sempit Karen terancam kegiatan pertambangan, hak pengusaha hutan ( HPH ), pembalamkan liar dan perkebunan sawit.
Sejumlah langkah telah dilakukan untuk melindungi orangutan. Di Kalimantan, OSCP men jalin kerjasama dengan masyarakat, pemerintah dan institusi lain untuk melindungi orangutan dengan berbagai cara, mulai dari menetapkan kawasan perlindungan warisan alam dan budaya, hutan lindung, patrol bersama, hingga penguatan ekonomi rakyat. Semua dilakukan demi melindungi orangutan yang menjadi warisan sangat berharga yang ada di negeri kita Indonesia.
Boleh dibilang, Sumatera bagian utara dan Kalimantan adalah “benteng terakhir” habitat bagi orangutan. Orangutan diperkirakan sudah ada sejak periode pleistosen sekitar 2 juta – 100 ribu tahun yang lalu, semula tersebar di sejumlah wilayah Asia Tenggara. Namun akibat perburuan dan pembabatan hutan, kini orangutan punah di kawasan Asia lainnya dan hanya tersisa di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Namun, di kedua pulau tersebut pun, populasi orangutan terus menyusut. Saat ini di Kalimantan tersisa kurang dari 54.500 ekor orangutan Kalimantan ( Pongo pygmaeus ) dan di Sumatera hanya tertinggal 7.400 ekor orangutan Sumatera ( Pongo abelli ). “Jika perburuan dan pembabatan hutan terus terjadi, maka dalam beberapa dekade ke depan orangutan akan musnah,” menurut Spesialis kebijakan Hutan Orangutan Conservation Service Program ( OCSP ).
- Orangutan Sumatera ( Pongo abelli ) ukuran badannya lebih besar, bulunya lebih halus dan pendek serta berwarna lebih gelap seperti coklat kemerah-merahan. Populasinya sekitar 7.400 ekor yang tersebar di sekitar Taman Nasional Leuser dan Pantai Barat Sumatera.
- Orangutan Kalimantan ( Pongo pygmaeus ) ukuran badannya lebih kecil, warna bulunya lebih terang dan tulang tangannya lebih panjang. Populasinya sekitar 54.500 ekor yang tersebar di Kalimantan Barat dan Serawak (7.400 ekor ), Kalimantan Timur ( 4.800 ekor ), Kalimantan Tengah ( 34.900 ekor ) dan Sabah Malaysia (11.000 ekor ).
Laju perusakan hutan sangat cepat, sedangkan tingkat reproduksi orangutan sangat lambat. Walau bias mencapai usia 50 tahun, namun reproduksi orangutan sangat lambat bila dibandingkan dengan hewan menyusui lainnya. Orangutan betina akan masuk usia subur pertama setelah berumur 12 tahun serta hanya melahirkan satu bayi setiap kali berreproduksi. Anak orangutan akan selalu bersama orang tuanya selama 6-7 tahun untuk mengenal lingkungan hutan dan belajar bertahan hidup. Induk orangutan bias melahirkan setiap delapan tahun dengan masa mengandung sekitar 5-8 bulan.
Bayi orangutan inilah yang menjadi sasaran utama para pemburu untuk diperdagangkan karena lucu dan menggemaskan. Namun untuk mendapatkan bayi orangutan, induknya harus dibunuh untuk menghindari penyerangan. Terdapat kurang lebih 500 ekor bayi orangutan yang diperdagangkan setiap tahunnya.
Maraknya perburuan dan pembabatan hutan serta populasinya yang terus menurun inilah yang mendorong International Union for Concervation of Nature and Natural Resources ( IUCN ) pada tahun 2004 memasukkan orangutan ke dalam kategori kritis. Sebenarnya bahkan sejak jaman colonial Belanda telah ada peraturan perlindungan binatang liar tahun 1931. Diperkuat dengan Undang-Undang No.5 tahun 1990 yang melarang individu untuk menangkap, memelihara, memindahkan dan memperdagangkan binatang yang dilindungi
Meski orangutan telah dilindungi, namun hutan yang menjadi habitatnya justru belum ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi. Habitat orangutan semakin sempit Karen terancam kegiatan pertambangan, hak pengusaha hutan ( HPH ), pembalamkan liar dan perkebunan sawit.
Sejumlah langkah telah dilakukan untuk melindungi orangutan. Di Kalimantan, OSCP men jalin kerjasama dengan masyarakat, pemerintah dan institusi lain untuk melindungi orangutan dengan berbagai cara, mulai dari menetapkan kawasan perlindungan warisan alam dan budaya, hutan lindung, patrol bersama, hingga penguatan ekonomi rakyat. Semua dilakukan demi melindungi orangutan yang menjadi warisan sangat berharga yang ada di negeri kita Indonesia.
Sumber : National Geographic Indonesia , Kompas 14 April 2010
0 komentar:
Posting Komentar