Kawasan Lodan di Jakarta Utara merupakan salah satu kawasan kumuh di Jakarta. Terdapat banyak gubuk liar yang berdiri di kanan-kiri sepanjang rel kereta api dari Stasun Lodan sampai stasiun Kampung Bandan. Rel kereta api tersebut sudah lama tak terpakai walau kondisinya masih cukup baik. Oleh karena itu orang-orang dengan leluasa membangun gubuk di sekitar rel.
Walau termasuk daerah kumuh, kawasan Lodan memiliki moda transportasi yang unik, yaitu “lori”. Lori yang dimaksud bukan seperti lori yang digunakana oleh petugas jawatan kereta api untuk memeriksa rel. Lori yang dimaksud hanya terbuat dari kayu dan papan dengan roda berupa laker bekas. Sebenarnya untuk dikatakan sebagai kereta kurang cocok, lebih tepat bila disebut gerobak bila dilihat dari wujudnya.
Dengan lori yang dibuat sendiri, masyarakat sekitar memanfaatkannya sebagai transportasi tenaga manusia. Kenapa disebut tenaga manusia ? Karena memang untuk menjalankannya harus didorong oleh manusia. Jadi sumber energinya bukan bensin atau solar, tetapi sembako alias nasi..he..he..
Banyak warga sekitar yang menggunakannya untuk bepergian pergi pulang dari kawasan Lodan ke Kampung Bandan sejauh kurang lebih 1 km. Jangan berharap dengan menggunakan lori ini, penumpang akan mendapatkan bangku yang nyaman untuk duduk. Bangku yang ada hanya berupa kayu selebar 10-15 cm yang sebenarnya merupakan kerangka dari lori. Tak cuma bangku saja yang kurang nyaman, bila panas terik, penumpang harus rela berpanas-panas ria da bila hujan harus rela basah kuyup.
Yang menggunakan jasa lori mulai dari anak-anak sekolah, pedagang, ibu rumah tangga dan para pekerja. Dengan membayar Rp. 3000 para penumpang akan diantar dari staiun Lodan sampai stasiun Kampung Bandan, begitu juga sebaliknya. Para pendorong lori yang kebanyakan remaja mengaku, setiap hari mereka sanggup mengumpulkan uang Rp. 15.000 sampai Rp. 50.000 perharinya. Bila sedang ramai bahkan mereka sanggup mengumpulkan Rp. 75.000 per hari.
Namun sekarang penghasilan para pendorong lori sudah menurun jauh. Hal ini disebabkan oleh kebaran hebat yang melanda gubuk-gubuk kumuh di sepanjang rel beberapa saat lalu. Setelah kebakaran itu banyak orang-orang yang pindah ke tempat lain, padahal merekalah yang selama ini memanfaatkan jasa lori. Walaupun begitu, moda transportasi lori ini sampai sekarang masih tetap ada demi sesuap nasi ataupun membayar uang sekolah.
Sumber : Liputan Siang TPI, Kamis 13 Mei 2010
Walau termasuk daerah kumuh, kawasan Lodan memiliki moda transportasi yang unik, yaitu “lori”. Lori yang dimaksud bukan seperti lori yang digunakana oleh petugas jawatan kereta api untuk memeriksa rel. Lori yang dimaksud hanya terbuat dari kayu dan papan dengan roda berupa laker bekas. Sebenarnya untuk dikatakan sebagai kereta kurang cocok, lebih tepat bila disebut gerobak bila dilihat dari wujudnya.
Dengan lori yang dibuat sendiri, masyarakat sekitar memanfaatkannya sebagai transportasi tenaga manusia. Kenapa disebut tenaga manusia ? Karena memang untuk menjalankannya harus didorong oleh manusia. Jadi sumber energinya bukan bensin atau solar, tetapi sembako alias nasi..he..he..
Banyak warga sekitar yang menggunakannya untuk bepergian pergi pulang dari kawasan Lodan ke Kampung Bandan sejauh kurang lebih 1 km. Jangan berharap dengan menggunakan lori ini, penumpang akan mendapatkan bangku yang nyaman untuk duduk. Bangku yang ada hanya berupa kayu selebar 10-15 cm yang sebenarnya merupakan kerangka dari lori. Tak cuma bangku saja yang kurang nyaman, bila panas terik, penumpang harus rela berpanas-panas ria da bila hujan harus rela basah kuyup.
Yang menggunakan jasa lori mulai dari anak-anak sekolah, pedagang, ibu rumah tangga dan para pekerja. Dengan membayar Rp. 3000 para penumpang akan diantar dari staiun Lodan sampai stasiun Kampung Bandan, begitu juga sebaliknya. Para pendorong lori yang kebanyakan remaja mengaku, setiap hari mereka sanggup mengumpulkan uang Rp. 15.000 sampai Rp. 50.000 perharinya. Bila sedang ramai bahkan mereka sanggup mengumpulkan Rp. 75.000 per hari.
Namun sekarang penghasilan para pendorong lori sudah menurun jauh. Hal ini disebabkan oleh kebaran hebat yang melanda gubuk-gubuk kumuh di sepanjang rel beberapa saat lalu. Setelah kebakaran itu banyak orang-orang yang pindah ke tempat lain, padahal merekalah yang selama ini memanfaatkan jasa lori. Walaupun begitu, moda transportasi lori ini sampai sekarang masih tetap ada demi sesuap nasi ataupun membayar uang sekolah.
Sumber : Liputan Siang TPI, Kamis 13 Mei 2010
1 komentar:
Apakah Di Jual ?
Posting Komentar